Pada suatu masa yang tidak begitu lampau, saya nekat terjun bebas ke sebuah arena yang sebenarnya saya sendiri tidak yakin mampu melakukannya. Sebuah pertarungan sengit, sejumlah insan bertarung merangkai kata dan mengorasikan hasil karyanya di hadapan mukamuka yang tak dikenal dan batangbatang pohon yang membeku. Dalam durasi seribu delapanratus detik, katakata harus berhasil diolah menjadi punya makna dengan garisgaris batasan mengenai budaya. Usai itu, katakata yang telah dirangkai dan diolah sedemikian rupa harus -dipertanggungjawabkan-. Saya sendiri tidak begitu yakin mampu mengorasikan hasil karya saya yang bertajuk "Sajak dari Sebatang Pohon Tua untuk Tamunya yang Mudamuda". Di tribun utama, tiga batang tubuh dengan polesan wajah sastra yang tak lagi diragukan sudah siap dengan pena dan kertas, hari ini mereka adalah orang terpenting di arena tersebut. Mereka adalah Andhika Mappasomba dan Salim (saya menambahkan kata "kak" pada masingmasing nama, sekedar menegaskan bahwa mereka lahir lebih awal...),sedang sebatangnya lagi tak saya ketahui namanya.
Saya jadi penerjun terakhir masa itu. Rasanya orasi saya tidak begitu baik,-buruk- secara kasarnya. Begitu ritus katakata usai. Kami berhamburan. Salah satu batang tubuh tadi memanggil saya, pada singgasananya ia berkata: "seandainya kamu tidak menang, jangan berhenti menulis!"..., "Hmmm.."(saya hanya menjawab begitu). Dia menambahkan:"Tulisan kamu bagus, tetaplah menulis!".
Tak lama kemudian, bersama mukamuka lainnya kami menuju suatu koridor. Berbicara apaapa saja. Selang beberapa waktu lagi, semua kembali memindahkan pijakan kakinya di sebuah bilik yang suarasuara bergemuruh di dalamnya, sebuah arena pertunjukan yang mengundang banyak muka menuju padanya. Saya mengambil tempat tepat disamping muka yang sudah hampir tiga tahun saya kenali.
Ada suara yang memanggil nama saya, dalam waktu sangat singkat saya mendapatkan sumbernya. Siapa lagi kalau bukan batang tubuh tadi, seorang Andhika Mappasomba, lelaki yang mengabadikan sejarah sastra yang panjang lewat helaihelai rambutnya, menyelamatkan berkilokilo budaya yang hampir sirna lewat perutnya yang tak begitu saya ketahui massanya, melihat kawankawan lewat kacamata hitamnya (ia tidak begitu kagum pada kilaukilau emas para hartawan, begitulah ia tak kuasa menatap apaapa yang silau). Saya menuju sumber suara itu, mengambil tempat di sampingnya. Rupanya ia mengajak saya membuat sebuah puisi yang ditulis secara bergantian (puisi yang ditulis/diciptakan oleh dua batang tubuh). Maka terciptalah dua puisi hari itu. Puisi pertama berjudul "Bulan dan Hujan" (sebuah prasasti pertemuan), sedangkan puisi yang kedua berjudul "Penyair Senja".
ini dia puisipuisinya...
"Bulan dan Hujan"
:sebuah prasasti pertemuan
malam kemarin,
bulan mengusir hujan dengan paksa
sebab ia ingin melihat langit bahagia semalam saja
tak meneteskan airmata seperti kemarinkemarinnya
malam kini,
hujan mengusir bulan dengan teriak
sebab ia ingin berdua saja bersama langit
merasa gelap sunyi tanpanya ataupun bintang
lalu pada malam esok, bulan dan hujan bermimpi
berdua mereka bernyanyi lagu sendu
disaksikan matahari dan bintang
sesaat kemudian keduanya terbangun
sebagaimana matahari yang pagi dan bintang yang malam
bagaimana pun juga mereka tak kan bersatu
sambil sembunyi
bulan dan hujan menangis tersedu-sedu!
*ditulis bersama Kak Andhika Mappasomba
UNM, 16 November 2008
"Penyair Senja"
ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, hanya saat senja
ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, masih memainkan sulaman kata
ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, ketika pikirannya sudah semakin tua
ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, ketika rindu menikamnikamnya
ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, hanya bila ada pensil kayu dan kertas buram
senja memudar, perlahan malam tiba
sebagaimana senja, penyair pun telah tiada
angin menghapus semua jejak sajaknya
malam membekukan kertas
matahari memanggangnya jadi debu
penyair senja jadi bayangbayang
*ditulis bersama Kak Andhika Mappasomba
UNM, 16 November 2008
dahulu belajar jadi penyair, kini kembali sebagai seorang yang hanya ingin cerita saja, bisa kau anggap syair jika pantas disebut syair :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
toycam
Kemarin pas lagi online di kaskus, sempat singgah di tritnya si ultramand. Dia jualan toycam. Eh, langsung suka sama yang diana f+cmyk. Tap...
-
Pada suatu masa yang tidak begitu lampau, saya nekat terjun bebas ke sebuah arena yang sebenarnya saya sendiri tidak yakin mampu melakukanny...
-
ayah tak tinggal bersama kami sebab ia punya rumah bahari berganti detik, berganti pula pijakan kaki berganti menit, maka daratannya sudah l...
-
"Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi Dibalik awan hitam Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini, Menanti.. Seperti pelangi setia men...
11 komentar:
poko'e keren dah puisinya..mrinding dq..
ooo suka puisi ya...
^_^
keep writing
Anak abah, ada ungkapan atau diksi dalam puisi "bulan dan hujan" yaitu /merasa gelap sunyi tanpanya atau pun bintang/ perlu dipertimbangkan sebab sepertinya terkontaminasi dengan bulan. Kalau hujan mengusir bulan jelas akan gelap dan apa pungsi dari bintang dlm kontek ini kayanya lepas.
Kemudian /lalu pada malam esok,bulan dan hujan bermimpi/berdua mereka bernyanyi lagu sendu/disaksikan matahari dan bintang/juga perlu dipertimbangkan sebab walau pun hanya ungkapan/simbol tapi tidak rasional matahari waktu malam./ Untai lalu pada malam esok, ...harusnya esoknya,agar lebih tegas menunjukan nuansa waktu. Wah anak abah bait terakhir lepas sekali pada bait2 di atas. Pada puisi " Penyair senja" bait terakhir sebenarnya masih terasa nuansa malam kalau melihat baris 1 dan 2 oleh karena itu pertimbangkan memilih diksi matahari seperti :/matahari memanggangnya jadi debu.Andai ingin juga memilih ini harus ada rantainya misal : dan siangnya matahari memanggangnya jadi debu. Dan sang penyair jadi bayangbayang. Yeaaah anak abah terus nulis ...nulis sayang.
hehehe..
makasih ats pujiannya..
khusus bwt abah..
makasih jg ats kritik n sarannya:)
romantis.
jadian aja dech..
pasti cocok banget tuch..
hahaha...
rei..rei..
apanya yg romantis.
biasa aja kaleee:)
kata2nya puitis juga..cocok jadi penulis kayaknya...keep it up and good luck
wahhhh asli hatiku terasa jatuh membaca sebuah puisi yang luarbiasa ini
heheheh
hemm..heemm..siapa itu k'andhika sede??
hehehehee,,,
romantis bede nabilang orang diatas..
hahaha..
tutut,,
aku merindukaanmu..
-NINO GERRARD-
puisi iseng2 jd luarbiasa jg y..wkwkwkwkw~
bwt nachan:romantis??plis duleee..ndakx ji deh...hiiii~
apaaa?rindu sm sy??sy jg rindu sm nachan..(burenk skale makow skrg toh?)
bwt gelandangan?
haaa?sampai jatuh hati ta' k?
sy smpai jatuh keringatku wktu bwt neh puisi..saking bingungx sambung ntuh katakatax k'andhika..
hehehe
bwt natalia:
doakan yah semoga suatu saat sy melahirkan sbuah buku..wkwkwkwk~
Saya tunggu deh buku karyamu... :)
Posting Komentar