30 November, 2008

ia bukan-bukan ia-ia bukan siapasiapa

:masih untukmu, Amhel

lupakan saja
anggap ia bukan darah
yang menderas dalam tubuhmu
anggap ia bukan jantung
yang berdegup terus pertahankan hidupmu
anggap ia bukan masalah
yang berkeliaran dalam pikiranmu

sebab
ia memang tak seperti
yang kuibaratkan
ia memang bukan siapasiapa
yang berhak guncang hatimu

ia tak pernah
pikirkanmu
lalu tuk apa
terus kau pikirkannya?

mengingat amhel, 30 November 2008

21 November, 2008

Sebuah Prasasti Pertemuan

Pada suatu masa yang tidak begitu lampau, saya nekat terjun bebas ke sebuah arena yang sebenarnya saya sendiri tidak yakin mampu melakukannya. Sebuah pertarungan sengit, sejumlah insan bertarung merangkai kata dan mengorasikan hasil karyanya di hadapan mukamuka yang tak dikenal dan batangbatang pohon yang membeku. Dalam durasi seribu delapanratus detik, katakata harus berhasil diolah menjadi punya makna dengan garisgaris batasan mengenai budaya. Usai itu, katakata yang telah dirangkai dan diolah sedemikian rupa harus -dipertanggungjawabkan-. Saya sendiri tidak begitu yakin mampu mengorasikan hasil karya saya yang bertajuk "Sajak dari Sebatang Pohon Tua untuk Tamunya yang Mudamuda". Di tribun utama, tiga batang tubuh dengan polesan wajah sastra yang tak lagi diragukan sudah siap dengan pena dan kertas, hari ini mereka adalah orang terpenting di arena tersebut. Mereka adalah Andhika Mappasomba dan Salim (saya menambahkan kata "kak" pada masingmasing nama, sekedar menegaskan bahwa mereka lahir lebih awal...),sedang sebatangnya lagi tak saya ketahui namanya.

Saya jadi penerjun terakhir masa itu. Rasanya orasi saya tidak begitu baik,-buruk- secara kasarnya. Begitu ritus katakata usai. Kami berhamburan. Salah satu batang tubuh tadi memanggil saya, pada singgasananya ia berkata: "seandainya kamu tidak menang, jangan berhenti menulis!"..., "Hmmm.."(saya hanya menjawab begitu). Dia menambahkan:"Tulisan kamu bagus, tetaplah menulis!".
Tak lama kemudian, bersama mukamuka lainnya kami menuju suatu koridor. Berbicara apaapa saja. Selang beberapa waktu lagi, semua kembali memindahkan pijakan kakinya di sebuah bilik yang suarasuara bergemuruh di dalamnya, sebuah arena pertunjukan yang mengundang banyak muka menuju padanya. Saya mengambil tempat tepat disamping muka yang sudah hampir tiga tahun saya kenali.

Ada suara yang memanggil nama saya, dalam waktu sangat singkat saya mendapatkan sumbernya. Siapa lagi kalau bukan batang tubuh tadi, seorang Andhika Mappasomba, lelaki yang mengabadikan sejarah sastra yang panjang lewat helaihelai rambutnya, menyelamatkan berkilokilo budaya yang hampir sirna lewat perutnya yang tak begitu saya ketahui massanya, melihat kawankawan lewat kacamata hitamnya (ia tidak begitu kagum pada kilaukilau emas para hartawan, begitulah ia tak kuasa menatap apaapa yang silau). Saya menuju sumber suara itu, mengambil tempat di sampingnya. Rupanya ia mengajak saya membuat sebuah puisi yang ditulis secara bergantian (puisi yang ditulis/diciptakan oleh dua batang tubuh). Maka terciptalah dua puisi hari itu. Puisi pertama berjudul "Bulan dan Hujan" (sebuah prasasti pertemuan), sedangkan puisi yang kedua berjudul "Penyair Senja".

ini dia puisipuisinya...

"Bulan dan Hujan"
:sebuah prasasti pertemuan

malam kemarin,
bulan mengusir hujan dengan paksa
sebab ia ingin melihat langit bahagia semalam saja
tak meneteskan airmata seperti kemarinkemarinnya

malam kini,
hujan mengusir bulan dengan teriak
sebab ia ingin berdua saja bersama langit
merasa gelap sunyi tanpanya ataupun bintang

lalu pada malam esok, bulan dan hujan bermimpi
berdua mereka bernyanyi lagu sendu
disaksikan matahari dan bintang
sesaat kemudian keduanya terbangun
sebagaimana matahari yang pagi dan bintang yang malam
bagaimana pun juga mereka tak kan bersatu

sambil sembunyi
bulan dan hujan menangis tersedu-sedu!

*ditulis bersama Kak Andhika Mappasomba
UNM, 16 November 2008


"Penyair Senja"

ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, hanya saat senja

ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, masih memainkan sulaman kata

ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, ketika pikirannya sudah semakin tua

ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, ketika rindu menikamnikamnya

ia satusatunya penyair yang tak merdeka
mencipta sajak, hanya bila ada pensil kayu dan kertas buram

senja memudar, perlahan malam tiba
sebagaimana senja, penyair pun telah tiada
angin menghapus semua jejak sajaknya
malam membekukan kertas
matahari memanggangnya jadi debu

penyair senja jadi bayangbayang

*ditulis bersama Kak Andhika Mappasomba
UNM, 16 November 2008

16 November, 2008

rendezvous (under the tree)

sepohon rimbun rindang di sebuah gedung tak terjaga
ia hanya duduk disitu
tak berpindah selamanya
kadang beda hanya tergantung dari musim
bila hujan ia jadi peneduh seadanya
jika terik maka ia dicintai segala rupa
mukamuka duduk mengelilinginya
disini ia temui lagi apa yang tak sama
kadang mereka bicara apa adanya, sekedar istirah,
atau bermain sastra
salah satu permainan andalan mereka
tak jarang tawa jadi sisipan
atau yang beratberat dirangkumkan agar jadi ringan
:permainan bagus

kelak kan kumainkan pula di gedung tuaku
disana berdiri kokoh sebuah pohon mangga
tapi sayang sekali tak ada mukamuka bicara sastra
hanya ada rak tempat bukubuku yang semakin beku
atau remajaremaja yang tibatiba ada kala senja

malam, 16 November 2008

canda

seperti engkau,
akupun mencintai canda
tapi tak lebihlebih,
secukupnya saja
:jangan sampai ia buat kita salah memakna

malam, 16 November 2008

14 November, 2008

sebuah maaf selama khilaf

:mama-ibu-bunda

kemana?
ke bilik terakhir
paling akhir
ke tempat bermain
seusai segala peluh dirasai

kemana?
ke telapak tangannya
kecup dan ucap maaf padanya
ikrarkan seluruh hati
sampaikan pada tingkah tuk mencintainya

(di hadapan laptop, 12 November 2008)

bagaimana kau-padaku


:yang kuanggap sahabat-amhel-

aku-seperti ini-
kadang yang kukenal tinggal lelah
tapi ada engkau
lecutanku di setiap langkah
dan terlupa sudah
-apa arti lelah-

Makassar, 2 November 2008

01 November, 2008

November

:pahlawan

adakah mereka rayakan pesta ulangtahunku?
sekedar memutar rekaman masa lampau
kala aku-temantemanku
-rela-
membayar dengan nyawa
demi hidup penuh warna

Makassar, 1 November 2008

aku,yang-sedang-berpikir

aku sedang berpikir

bagaimana tuhan mencipta hujan
bagaimana titik air dijatuhkan
bagaimana aku-engkau sekarang
bagaimana pohonpohon jalanan
dan angin kencangkencang
menyapaku-waktu itu-

aku sedang berpikir

bagaimana detik melangkah
dari putaran waktu sejarah
bagaimana Dia mengarahkanku
tuk memberi arah perjalanannya
bagaimana Dia mengingatkanku
tuk mengingatkan dirinya

-dari segala apa yang kami lupa-

aku sedang berpikir

bagaimana
menjaga
semua
ini

agar
tetap
ada

Makassar, 1 November 2008

toycam

Kemarin pas lagi online di kaskus, sempat singgah di tritnya si ultramand. Dia jualan toycam. Eh, langsung suka sama yang diana f+cmyk. Tap...